Sabtu, 14 Januari 2012

Bijak ala Sufi

Terdapat sebuah hadits yang berkata: saat fitnah mulai menyebar jadilah engkau seperti anak unta; tidak memiliki punggung yang kuat untuk dinaiki, dan tidak memiliki susu untuk diperah. Saat kita membaca dinamika sejarah manusia; dalam setiap fase kehidupan masyarakat, disana selalu terdapat pertentangan dalam hal kekuasaan. Seringkali dalam pertentangan tersebut dilibatkan orang-orang yang dinilai memiiki pengaruh terhadap masyarakat banyak. Tentu dalam keterlibatan orang-orang tersebut akan menguntungkan pihak-pihak yang atau ingin berkuasa.
Diantara orang-orang yang dilibatkan dalam masalah ini, seperti yang tertera dalam sejarah adalah para agamawan. Pengaruh agamawan terhadap masyarakat sangatlah besar mengingat mereka lebih dekat dan menjadi tempat rujukan terhadap berbagai problema yang terjadi baik bersifat pribadi atau sosial. Pengaruh agamawan ini semakin memperkokoh para penguasa yang hanya menjadikan mereka sebagai alat penguat atas kekuasaannya.
Keikutsertaan kaum agamawan menjadikan masyarakat buta akan kebenaran. Hal ini semakin tak terlihat dengan adanya kaum agamawan lain yang bertentangan dengan penguasa. Kegelapan ditindih kegelapan membawa masyarakat pada konflik dan bersikap ekstrim terhadap selain mereka. Kaum awam tak lagi memandang kebenaran yang bersifat abstrak, namun yang mereka lihat adalah sosok  yang mereka anggab benar karena memiliki kredebelitas keilmuan.
Siapa saja, entah itu kaum agamawan atau bukan, apabila ia memiliki kualitas maka segera ia akan dimanfaatkan demi kepentingan kekuasaan. Dalam kondisi yang begitu buruk hingga kebenaran terlihat samar, seseorang dituntut untuk meletakkan dirinya pada posisi yang tepat; tidak dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu yang menjadikan dirinya dan masyarakan berada didalam lembah keraguan.
Hadits diatas sangatlah tepat ketika menggambarkan suatu fitnah (kekacauan) yang terjadi dalam suatu masyarakat dan tindakan yang tepat yang seharusnya dilakukan seseorang. Bagaikan anak unta yang tidak memiliki punggung yang kuat untuk dinaiki penguasa sebagai alat untuk melancarkan kekuasaannya, juga tak memiliki susu untuk diperah oleh kelompok tertentu yang menentang penguasa.
Permasalahan ini tidak terjadi hanya antara penguasa dan yang menentangnya, tetapi lebih luas dari pada itu yang juga menyebabkan jatuhnya masyarakat dalam kubangan kesamaran. Seperti munculnya berbagai organisasi yang mengatasnamakan agama, partai politik dan lainnya. Sikap menjadi seperti anak unta juga pernah dilakukan pada masa awal Islam; pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiah sebagaimana yang dilakukan oleh Hasan Basri (642-728), Ja’far Shadiq (702-765)dan Musa Kadzim (746-799), juga yang dilakukan oleh banyak orang yang digolongkan sebagai kaum sufi.
Akan tetapi sikap menjadi anak untak tak lantas menjadikan mereka acuh terhadap masyarakat dan kekuasaan, melainkan justru menebarkan benih-benih kebenaran dengan merubah pola fikir masyarakan, bahkan para pejabat yang berkuasa. Cara mereka dalam menghadapi masalah pelik ini dalam kondisi yang sangat kacau sangatlah bijak, bagaimana mereka mampu menerangi pikiran buruk para pejabat yang bersumber dari hawa nafsu disamping tidak menjadikan masyarakat buta akan kebenaran.
Cara seperti inilah yang seharusnya dilakukan oleh para agamawan dan kaum intelektual dalam menghadapi kekacauan Negara yang bersifat global saat ini, bukan malah bergabung dengan pihak tertentu yang hanya menjadikannya sebagai alat dan menimbulkan keraguan dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar